Jika mendengar kata memilih pemimpin, hal yang mungkin langsung muncul dalam pikiran kita adalah mengenai pilda atau pemilu. Dalam hal pemilihan tersebut berarti kita memilih orang yang akan memegang wewenang untuk mewakili kita dan yang kelak jika terpilih maka harus kita akui pula otoritasnya. Pemilihan semacam ini dapat berlangsung di banyak organisasi, seperti pemilihan ketua OSIS di sekolah, kepala di sebuah perusahaan, dll.
Hal yang sebaliknya juga dapat terjadi dalam memilih pemimpin, yaitu dalam hal seseorang dengan otoritas yang lebih tinggi harus menunjuk seseorang yang dapat dipercayainya untuk memimpin suatu proyek atau tugas-tugas tertentu. Misalnya, seorang guru yang menunjuk beberapa murid menjadi ketua dari kelompok-kelompok untuk sebuah tugas, atau orang tua yang mempercayakan anaknya yang tertua untuk membantu menjaga anak yang lebih muda.
Dari contoh-contoh di atas, jelas bahwa hal memilih pemimpin bukanlah hal yang asing dalam hidup kita. Kita tentu menginginkan pemimpin yang terbaik, namun seperti apakah pemimpin yang baik itu?
Untuk dapat mengetahui kriteria pemimpin yang baik, kita memerlukan adanya sebuah pedoman sebagai ukurannya. Sebagai umat Kristen sendiri, kita juga perlu mengetahui standar karakter pemimpin yang Tuhan tentukan. Oleh karena itu, dalam artikel ini kita akan melihat kembali ayat-ayat Alkitab mengenai memilih pemimpin.
1. Pentingnya partisipasi kita dalam pemilihan
Amsal 16:33:
“Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN.”
Sebelum kita membahas mengenai karakter yang harus kita lihat ketika memilih pemimpin, ada baiknya kita pahami pentingnya peran kita dalam memberi kontribusi suara atau pilihan kita. Hal ini lebih mudah kita pahami dalam pemilihan pemimpin pada sebuah struktur organisasi atau pemerintahan dengan pemilihan berdasarkan voting seperti pemilihan gubernur, presiden, dll.
Dalam pengumpulan suara tersebut, beberapa dari kita mungkin merasa bahwa suara atau kontribusi kita hanyalah satu dari banyak suara yang akan turut serta sehingga satu suara kita saja tidak akan membuat banyak perubahan. Ayat di Amsal 16:33 pun mungkin dapat kita artikan bahwa pada akhirnya toh keputusan di tangan Tuhan sehingga partisipasi kita dalam undian tersebut tidak diperlukan. Namun, bukankah jika tidak ada undi yang dilempar, tidak ada pula keputusan yang dapat diambil? Bukankah kita tetap harus berdoa dan bekerja?
Dengan demikian, ayat ini hendaknya tidak kita salah artikan bahwa pekerjaan atau kontribusi kita tidak diperlukan. Dalam hal pemilihan pemimpin, kita tetap “membuang undi” atau memberikan kontribusi kita yang didasarkan pada hikmat yang Tuhan berikan sebagai dasar pertimbangan kita. Selain itu, kita juga hendaknya menghormati pemimpin yang terpilih karena walaupun mungkin tidak sesuai dengan pilihan kita namun kita percaya bahwa Tuhan bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28). (Baca juga: Sikap Orang Kristen Terhadap Politik)
2. Karakter melayani
Matius 20:25-26:
“Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,”
Dalam perikop dimana ayat di atas muncul, ibu dari dua dari murid Yesus meminta agar kedua murid tersebut diberikan tempat kehormatan di sebelah kanan dan kiri dari tahta kerajaan-Nya. Murid-murid Yesus yang lain pun marah mendengar permintaan ibu dan kedua murid tersebut. Yesus kemudian dengan lembut mengatakan bahwa walaupun ada banyak pemerintah bangsa-bangsa yang memerintah dengan keras atau menyalahgunakan kekuasaan mereka, namun hal yang sesungguhnya harus dilakukan oleh pemerintah atau pemimpin adalah melayani orang lain.
Kita juga dapat menemukan banyak ayat Alkitab tentang pemimpin yang melayani, tidak hanya dari ayat di atas. Salah satunya bahkan menunjukkan perbuatan Yesus yang adalah Tuhan, Raja segala raja, namun bersedia membasuh kaki murid-murid-Nya. Dari contoh yang Yesus berikan dan juga dari ayat-ayat lain tentang melayani kita diingatkan bahwa seorang pemimpin haruslah mau melayani orang lain karena itulah tugasnya; ia diberi kuasa dan kepercayaan untuk melakukan hal-hal yang memberi hasil yang baik bagi orang lain.
3. Karakter giat bekerja
Lukas 16:10:
“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.”
Terkait dengan hal melayani, seorang pemimpin juga harus giat dan tekun bekerja. Salah satu ciri atau bukti yang dapat kita lihat dari ketekunan tersebut adalah melakukan segala pekerjaan dengan sungguh-sungguh, walaupun pekerjaan itu terkadang dianggap sebagai hal sepele atau kecil. Namun, orang yang sungguh-sungguh dan tidak meremehkan hal kecil lah yang dapat kita percayai untuk melakukan hal yang lebih besar dari itu. Beberapa ayat Alkitab tentang tanggung jawab pun mengingatkan agar pekerjaan apapun itu dilakukan dengan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.
4. Tidak menjadi batu sandungan
Titus 1:7-9:
“Sebab sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat harus tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah, melainkan suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya.”
Seorang pemimpin memiliki beban tanggung jawab yang lebih besar dari pada orang yang dipimpinnya. Ia bukan hanya harus menjalankan pekerjaannya, namun juga secara otomatis akan dipandang sebagai teladan. Karena itulah, kedewasaan karakter yang dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari menjadi salah satu tolok ukur bagi kita dalam mencari pemimpin yang baik. Kriteria ini penting agar ketika menjadi pemimpin kelak ia dapat memberikan teladan yang baik, bukannya menjadi “batu sandungan” yang merugikan orang-orang yang seharusnya dilayaninya. (Baca juga: Hubungan Iman Kristen dan Politik)
Sampai di sini kita telah mengetahui pentingnya partisipasi kita dalam memilih pemimpin dan juga karakter yang perlu kita cari dalam diri seseorang untuk menjadi pertimbangan dalam memilihnya. Karakter-karakter ini merupakan karakter yang baik yang dapat kita terapkan juga dalam keseharian kita. Seperti yang telah dicontohkan, peran pemimpin dapat muncul dalam berbagai hal. Oleh karena itu, walaupun mungkin kita tidak merasa memiliki peran sebagai pemimpin, namun kita tetap perlu mengasah karakter kita agar dapat menjalankan tugas atau peran pemimpin dengan baik dan agar semakin serupa dengan karakter Kristus.