Perbedaan Alkitab Protestan dan Katolik Beserta Penafsirannya

Agama Kristen terbagi menjadi tiga aliran, dan dua diantaranya merupakan dua golongan besar, yaitu Protestan dan Katolik. Pemisahan tersebut terjadi sejak Martin Luther beserta pengikut-pengikutnya membelot karena tidak setuju dengan ketetapan gereja Katolik saat itu.

Paus Leo X, oleh karena keinginannya membangun gereja Katolik termegah, ia berusaha mengumpulkan dana dengan cara menjual surat pengakuan dosa. Martin tidak setuju apabila kebebasan dan hukuman dosa dapat dibeli dengan uang. Dia percaya bahwa keselamatan tidak dapat diperoleh dengan perbuatan baik apalagi uang, Ia yakin keselamatan merupakan anugerah Allah yang hanya didapat melalui iman kepada Yesus Kristus.

Karena itulah, Martin Luther menentang kebijakan tersebut. Untuk memperjelas pengetahuan mengenai sejarah terpisahnya Protestan dari gereja Katolik, teman-teman dapat membaca artikel sejarah reformasi gereja Kristen untuk lebih jelasnya.

Protestan dan Katolik memang dulunya satu, namun kini keduanya menjadi dua agama yang berbeda. Bahkan, kini keduanya memiliki banyak sekali perbedaan mendasar. Diantaranya, dalam pengakuan paus, perbedaan Alkitab, tafsiran terhadap Alkitab, struktur hierarki pemuka agama, hierarki gereja Katolik, sakramen, dan masih banyak lagi. Namun, sekarang kita akan membahas tentang perbedaan Alkitab Protestan dan Katolik beserta penafsirannya.

Sebelum kita bahas secara mendalam perbedaan antara Alkitab Protestan dan Katolik, saya akan mengulas sedikit mengenai sejarah bagaimana kedua agama tersebut bisa memiliki Alkitab yang berbeda, walaupun sebenarnya kita tahu bahwa sebelumnya dua aliran tersebut masuk dalam satu agama.

Alkitab merupakan  terjemahan dari bahasa Inggris yang kita kenal dengan kata bible. Sedangkan kata bible sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu biblia, yang artinya buku-buku yang dipakai orang Kristen perdana, dimana isi buku tersebut berasal dari  Roh Kudus.

Pada jaman gereja mula-mula, orang Yahudi dan para Rasul memiliki kitab yang berbeda-beda dan banyak sekali kitab yang tak beraturan. Seperti kitab Markus hanya dipegang oleh Markus, kitab Yohanes dipegang oleh Yohanes, dan lain sebagainya. Hal tersebut dipandang dapat mengakibatkan pengikut Yesus pada generasi berikutnya akan kesulitan untuk menafsirkan isi dari kitab-kitab tersebut karena mereka semua berpencar. Akhirnya, dibentuk suatu upaya untuk menyatukan kitab-kitab tersebut.

Penyusunan tersebut disebut kanonisasi dan dilakukan dari abad pertama sampai abad keempat oleh Magisterium Gereja. Untuk lebih lengkapnya mengenai kanonisasi, dapat dibaca melalui artikel sejarah penulisan Alkitab. Kanonisasi tentu saja memerlukan bantuan Roh Kudus untuk memilah-milah mana yang akan menjadi kitab suci dan mana yang sebenarnya hanya karangan palsu. Dan hasilnya, keluarlah kitab suci yang terdiri dari 73 kitab.

Namun setelah reformasi Protestan, Martin Luther membuang tujuh kitab karena dianggap bagian dari kitab aproika, yaitu kitab yang tidak dikenal. Sehingga kitab tersebut menjadi 66 kitab, yang mana merupakan Alkitab yang dipakai umat Protestan saat ini.

Pandangan Katolik terhadap Deuterokanonika

  • Ada yang mengatakan bahwa Martin Luther tidak membuang kitab Deuterokanonika karena Luther memasukkan kitab tersebut sebagai kitab suci-nya dalam bahasa Jerman. Deuterokanonika juga terdapat pada cetakan dari King James version (1611) dan cetakan Kitab Suci pertama yang disebut sebagai Guttenberg Bible. Sampai akhirnya pada tahun 1825, Komite Edinburg dari the British Foreign Bible Society memotongnya.Martin Luther memang dipandang tidak membuang kitab Deuterokanonika, namun teolog Katolik menilai bahwa Martin Luther cenderung memandang rendah kitab tersebut.

    Sama dengan halnya dia memandang kitab Yakobus, Yudas, dan Wahyu lebih rendah daripada kitab-kitab yang lain. Katolik memiliki prinsip bahwa walaupun mereka memandang rendah kitab yang satu dengan yang lain, bukan berarti mereka akan membuang kitab tersebut. Katolik percaya bahwa Deuterokanonika merupakan ilham dari Roh Kudus.
  • Pada  Konsili Trente, Gereja Katolik menetapkan lagi tujuh kitab yang dibuang Martin Luther menjadi bagian dari Alkitab, untuk menunjukkan bahwa Martin Luther pernah membuang tujuh kitab tersebut sebelumnya. Tujuh kitab itu diberi nama Deuterokanonika, yang terdiri dari Kitab Yudith, Kitab Tobit, Kitab Makabe I, Kitab Makabe II, Kitab Kebijaksanaan, Kitab Putera Sirakh, Kitab Baruch. Inilah kenapa Alkitab Katolik lebih tebal dari Alkitab Protestan. Deuterokanonika sendiri adalah istilah yang mulai dipakai pada abad ke-16, yang artinya kanon kedua. Kanon pertama disebut protokanonika, terdiri dari kitab Kejadian sampai Maleakhi. Istilah Deuterokanonika digunakan untuk membedakannya dengan kitab Perjanjian Lama yang diakui Protestan, walau sebenarnya kitab Deuterokanonika merupakan satu kesatuan dengan Kitab Perjanjian Lama. Dalam cetakan versi Inggris, Deoterokanonika dan Perjanjian Lama menjadi satu, sedangkan dalam cetakan bahasa Indonesia keduanya terpisah.
  • Alasan lain mengapa Katolik memasukkan Deuterokanonika dalam Alkitab adalah karena isi dari kitab tersebut tidak berdiri sendiri, artinya saling mengacu satu sama lain.Contohnya,  ada bagian dari kitab Deuterokanonika yang mengajarkan hal yang sama dengan kitab Perjanjian Lama, dan ada juga ayat-ayat dalam Kitab Deuterokanonika yang dikutip oleh penulis Kitab Perjanjian Baru.
    Banyak ayat dalam Kitab Perjanjian Baru yang mengambil referensi dari Kitab Perjanjian Lama, termasuk Deuterokanonika. Ada juga yang menyempurnakannya dalam Kitab Perjanjian Baru.
  • Selanjutnya, mengenai alasan mengapa umat Protestan tidak mengakui kitab Deuterokanonika adalah karena orang-orang Yahudi yang menolak kitab. Namun menurut Katolik alasan tersebut sangat tidak masuk akal. Karena orang-orang yang menolak kitab Deuterokanonika tidak percaya pada Kristus bahkan sampai saat ini. Bagaimana bisa orang yang tidak dipenuhi Roh Kudus dapat menentukan kitab mana yang akan menjadi kitab suci. Ini menjadi salah satu alasan mengapa Katolik masih menggunakan kitab Deuterokanonika, dan menanggap mengeluarkannya adalah hal yang sangat disayangkan.

Alasan Protestan Menolak Deuterokanonika

Sedangkan dalam pandangan Protestan, terdapat beberapa alasan mengapa Alkitab tidak memuat Deuterokanonika, yaitu sebagai berikut :

  • Di perjanjian baru terdapat 260 kutipan langsung dan 370 kutipan tak langsung yang diambil dari Perjanjian Lama, akan tetapi Yesus dan para Rasul tidak pernah menggunakan kitab Deuterokanonika sebagai dasar, ajaran, dan iman bagi mereka, padahal kitab tersebut sudah ada pada jaman Yesus. Apabila Yesus tidak mengubahnya, maka dianggap bahwa Yesus telah menyetujuinya.
  • Penulis Kitab Deutorekanonika tidak menunjukkan dirinya sebagai penulis Kitab yang diberi ilham oleh Tuhan. Contohnya dalam 2 Makabe 15:37b-38. Di ayat tersebut terdapat kata-kata, “….jika susunannya baik lagi tepat, maka itulah yang kukehendaki…” Ayat ini dipandang tidak memiliki keyakinan, seperti halnya kitab tersebut bukan merupakan ilham dari Roh Kudus. Sehingga Protestan menganggap bahwa bagaimana bisa kitab tersebut disetarakan dengan kitab suci.
  • Terdapat beberapa kesalahan dalam kitab Deuterokanonika. Dalam Yudit 1:1,7,11, disebutkan bahwa Nebukadnezar adalah Raja Asyur di Niniwe. Pernyataan tersebut salah, karena yang benar Nebukadnezar adalah Raja Babilonia. Lalu dalam Tobit 5:13, menceritakan tentang malaikat Rafael yang memperkenalkan dirinya sebagai sebagai ‘Azarya bin Ananias’, atau ‘Azarya anak laki-laki dari Ananias.’ Kesalahan-kesalahan ini dinilai terlalu fatal oleh Protestan dan tidak bisa untuk mencapai standard Kitab Suci.
  • Dalam Kitab Deuterokanonika terdapat doktrin bahwa keselamatan bisa diperoleh dengan berbuat baik, yang mana ini sangat tidak alkitabiah.

Selain perbedaan pandangan mengenai kitab Deuterokanonika, perbedaan selanjutnya yaitu dalam hal penafsiran. Umat Katolik biasa tidak boleh menafsirkan isi Alkitab berdasarkan pikirannya atau pendapatnya. Orang yang boleh menafsirkan Alkitab adalah Magisterium, yaitu ahli-ahli agama yang berpusat di Roma. Sedangkan dalam aliran Protestan, semua orang bebas untuk menafsirkan Alkitab. Umat Protestan percaya bahwa karunia Roh Kudus yang akan membantu mereka.

Ini penyebab mengapa terdapat banyak denominasi, dimana aliran Protestan terpecah menjadi aliran-aliran yang lebih kecil. Contohnya, terdapat banyak sekali gereja, GKJ, GBI, Pentakosta, Metodis, dan lain sebagainya. Jadi, biasanya orang yang dari kecil sudah di gereja Pentakosta, maka kalau orang tersebut pindah daerah dia juga cenderung mencari gereja Pentakosta.

Berbeda dengan Katolik, mereka bisa pergi ke gereja mana saja, semua gereja hanya memiliki satu penafsiran karena berasal dari satu sumber.


Kalau kita lihat, memang banyak sekali perbedaan mendasar antara Alkitab Protestan dan Katolik. Dan yang paling dalam yaitu dalam hal penafsiran. Tentu saja, apabila kita memiliki penafsiran dan pandangan yang berbeda dalam suatu hal, maka reaksi yang akan kita keluarkan juga pastinya berbeda-beda. Karena itu, ada yang mengatakan bahwa iman Katolik berbeda dengan iman Protestan.

Walau demikian, penulis berpendapat bahwa walaupun Protestan dan Katolik berbeda, namun mereka sama-sama menyembah Allah yang sama dan percaya Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat. Allah adalah kasih dan dia menyatakan kasih-Nya yang besar kepada kita melalui Tuhan Yesus yang turun ke dunia. Dengan harapan, kita dapat menyalurkan kasih itu kepada sesama.

Seperti yang dikatakan 1 Yohanes 4:19, “Kita mengasihi, karena Allah lebih dulu mengasihi kita.” Karena itu, walaupun kita memiliki banyak perbedaan dalam keyakinan dan pendapat, namun jangan buat hal itu menjadi akar perseteruan bahkan kebencian. Mungkin terkadang kita merasa tersinggung karena orang meremehkan atau mengatakan pendapat kita salah, tapi sekali lagi, tanamkan kasih sebagai dasar kita berbuat. Karena Firman Allah mengatakan, demikianlah tinggal ketiga hal ini yaitu iman, pengharapan, dan kasih, dan yang paling besar adalah kasih.