Dalam ajaran Katolik, perkawinan merupakan sebuah sakramen, yaitu tanda cinta kasih Tuhan kepada manusia. Sakramen perkawinan dalam gereja Katolik memiliki arti yaitu perjanjian antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk kehidupan bersama. Sakramen ini berupa upacara pemberkatan bagi pasangan yang sama-sama telah dibabtis, dan akan disempurnakan dengan persetubuhan. Sejak saat itulah mereka telah menjadi satu daging dan tidak dapat dipisahkan. Alkitab sendiri yang mengatakan pada Kejadian 2:20. Hubungan antara suami dan istri juga digambarkan sebagai ikatan cinta kasih yang tak terpisahkan antara Kristus dan orang-orang yang percaya pada-Nya.
Sehingga seringkali gereja enggan untuk melakukan sakramen perkawinan bagi mereka yang sebelumnya sudah pernah menikah. Walau demikian, memang di Perjanjian Lama banyak sekali praktik yang tidak sesuai dengan kehendak Allah dalam hal perkawinan, yaitu poligami. Hal tersebut dikarenakan kelemahan manusia dan bukan bagian dari rencana Allah. Di perjanjian baru Tuhan Yesus mengatakan, karena ketegaran hati umat Israel, Musa memperbolehkan umat Israel untuk menceraikan istrinya, namun bukan seperti itu rencana Allah pada mulanya.
Sifat Pernikahan Menurut Alkitab
Dalam perkawinan, terdapat empat sifat yang harus dipenuhi, yaitu monogami, tak terceraikan, tanda cinta kasih Allah, dan memiliki tujuan. Perkawinan juga harus dilandasi dengan prinsip kasih tentang Alkitab satu sama lain, mau membahagiakan, serta mau mengorbankan diri. Hubungan kasih ini merupakan karunia yang ingin Tuhan berikan kepada manusia. Suami adalah rahmat Tuhan bagi istrinya dan istri adalah rahmat Tuhan bagi suami. Sejak dulu sampai sekarang, terjadi perubahan pandangan dalam hal tujuan perkawinan. Sekitar tahun 1950, umat Katolik ditanamkan pengertian bahwa pernikahan memiliki dua tujuan, yaitu untuk melahirkan anak-anak dan untuk menyatukan suami dan istri. Melahirkan menjadi tujuan primer dan menyatukan pasangan menjadi tujuan sekunder. Kita bisa melihat Kitab Hukum Kanonik 1013 tahun 1917, yang mengatakan bahwa tujuan utama dari pernikahan adalah prokreasi dan pendidikan anak.
Lalu di ayat berikutnya dikatakan bahwa esensi dari pernikahan adalah penyatuan. Inilah yang mendasari pandangan umat Katolik mengenai tujuan pernikahan pada saat itu. Lalu seiring perkembangannya, diterbitkan Kitab Hukum Kanonik yang baru pada tahun 1983. Dalam kitab tersebut terdapat ayat yang mengatur tentang tujuan perkawinan, yaitu pada KHK 1055 yang berbunyi, “Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.” Nah, sejak inilah terjadi perubahan pandangan , membentuk persekutuan antara suami dan istri menjadi tujuan utama dalam pernikahan.
Makna Pernikahan Dalam Sakramen Katolik
Dan baru-baru ini Paus Fransiskus juga mengeluarkan nubuatnya mengenai pernikahan, yaitu bahwa wanita dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama, atau yang lebih mendalam lagi, bahwa aspek menyatukan pasangan dalam pernikahan lebih besar daripada aspek prokreasi. Karena dilihat juga dari sisi lain, bahwa tidak semua pasangan mendapat kesuburan dalam pernikahan, yang mengakibatkan mereka tidak bisa memiliki anak.
Dalam Kitab Hukum Kanonik, terdapat lima gagasan mengenai tujuan perkawinan.
- Perjanjian Kasih antara Suami dan Isteri
Saat melakukan pemberkatan perkawinan, suami dan istri sama-sama mengucapkan janji pernikahan, yaitu :
- sejak saat itu ia memilih pasangannya menjadi suami atau istri,
- Ia berjanji untuk mencintai pasangannya dalam suka dan duka,
- Ia berjanji pula untuk menjadi bapak/ibu yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka.
Dalam acara pemberkatan, janji tersebut disaksikan paling tidak oleh imam dan dua orang saksi.
- Kesepakatan untuk Senasib Sepenanggungan dalam Semua Aspek Kehidupan
Seperti yang terdapat pada janji pemberkatan, mempelai bersedia untuk bersama-sama ada dalam suka maupun duka. Mereka harus mau belajar untuk terbuka satu sama lain dan saling memahami. Keterbukaan ini diperkuat dengan adanya hubungan suami istri dalam kristen yang menggambarkan salah satu karunia, yaitu cinta timbal balik. Mereka telah menjadi satu daging dan mau menghadapi tantangan bersama-sama serta saling menopang. Suami dan istri perlu untuk membagi tanggung jawab dalam rumah tangga sehingga terdapat keteraturan.
- Kesejahteraan Suami Isteri
Dalam hubungan suami istri, perlu sekali untuk mendukung satu sama lain, entah dalam hal cita-cita, atau pun dalam kebahagiaan masing-masing. Supaya pernikahan tidak hambar, pasangan sebaiknya memiliki tujuan besar dan berusaha untuk bersama-sama mencapainya. Karena apabila pernikahan hanya bertujuan untuk bahagia, mereka akan cenderung cepat bosan satu-sama lain apabila tidak lagi menemukan sesuatu yang menarik dari pasangan. Maka dari itu, perlu sekali bagi pasangan untuk maju bersama-sama dan bertumbuh bersama.
- Kelahiran dan Pendidikan Anak
Salah satu tujuan perkawinan adalah memenuhi perintah Allah Tritunggal yang meminta manusia untuk beranak cucu serta menaklukkan dan memenuhi bumi. Maka, tidak lain hal tersebut merujuk pada lahirnya kehidupan baru. Selain melahirkan anak, pasangan juga diharapkan dapat mendidik anak dengan baik. Baiklah pasangan menanamkan kasih pada anak supaya menjadi dasar pondasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut bisa dimulai dari orang tua yang tulus mengasihi anaknya, sehingga anak dapat merasakan kasih tersebut.
Dengan begitu, dia juga akan menyalurkan kasih kepada sesama. Namun orang tua juga harus paham bagaimana cara mengasihi dengan benar, tidak hanya memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga meluangkan waktu berkualitas bersama anak dan mendukung aktivitasnya. Selain itu, anak juga harus diajarkan mengenai kasih dan karakter Kristus dengan cara mulai diajak ke gereja sejak dini, supaya dia dapat bertumbuh di dalam Kristus dan memiliki standard hidup sesuai standard-Nya.
- Sarana Penyelamatan Allah
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa pernikahan merupakan sakramen, maka pernikahan juga merupakan salah satu cara Tuhan untuk mewujudkan kasih dan menjadikannya sebagai sarana penyelamatan. Maka dari itu, penting sekali bagi keluarga baru untuk menjadikan Tuhan sebagai pondasi dan dasar dalam segala keputusan. Supaya Tuhan senantiasa membimbing dan memperbaharui keluarga menjadi yang lebih baik.
Itulah ulasan dari adanya tujuan sakramen Katolik dalam perkawinan yang bisa anda ketahui dalam kehidupannya mencapai kehidipan bersama.