Setiap manusia memiliki karakter yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Kehidupan yang dijalani pun berbeda-beda seperti dalam hal masalah, hobi, pekerjaan, dll. Lingkungan sehari-hari yang bervariasi ini menjadikan seorang pemimpin yang pada dasarnya juga manusia biasa memiliki karakter yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa bagaimanapun karakternya, seorang pemimpin memiliki tanggung jawab yang relatif lebih besar dari orang lain. Oleh karena itu, tetap diperlukan adanya kriteria karakter yang diperlukan agar seseorang dapat menjalankan panggilannya sebagai pemimpin dengan baik.
Sebagai makhluk sosial, umat Kristen juga tidak terlepas dari tanggung jawab dan tuntutan dari peran pemimpin. Karena itulah dalam artikel ini kita akan melihat contoh sifat dan bentuk karakter pemimpin Kristen dari dua tokoh-tokoh Alkitab yang sangat terkenal, yaitu Yusuf dan Musa. Dari kedua tokoh pemimpin ini kita akan melihat seperti apakah karakter pemimpin Kristen yang perlu ditiru dan karakter apa dari diri kita yang perlu diubah ataupun dikembangkan.
- Sabar
Kisah hidup Yusuf, anak dari Yakub atau Israel dapat kita lihat di Alkitab dalam Kejadian 37 dan 39-50. Ungkapan “from zero to hero” tampaknya sangat cocok kita tempelkan pada Yusuf. Memang, pada awalnya ia sudah merupakan anak kesayangan ayahnya, tetapi saat itu ia belum terkenal, belum memiliki karya apapun, bahkan dibenci oleh saudara-saudaranya.
- Pemaaf
Namun ternyata kebencian saudara-saudaranya mengantarkan Yusuf pada serangkaian proses yang harus ia alami, termasuk menjadi ‘zero‘ atau tidak memiliki status dan benda apapun yang berharga hingga akhirnya ia menjadi hero, pemimpin yang luar biasa, bukan hanya dalam hal karakter namun juga dalam besar dan luasnya kekuasaan yang dimilikinya.
- Jujur
Mari kita lihat lebih dalam karakter Yusuf dalam Alkitab. Di masa kecilnya, ia sudah mengerti perbedaan baik dan buruk dan berani jujur mengadu kepada Yakub tentang kejahatan yang dilakukan saudara-saudaranya walaupun kejujuran itu menumbuhkan kebencian mereka terhadap Yusuf. Ia juga berani mengutarakan mimpinya bahwa kelak ia akan dihormati oleh keluarganya, walaupun lagi-lagi hal itu membuat saudara-saudaranya semakin membencinya.
- Berani
Selanjutnya, akibat keberaniannya itu, ia harus menerima perubahan keadaan yang sangat drastis, dari anak kesayangan dengan jubah maha indah menjadi budak di tempat asing dan tidak memiliki apa-apa. Namun ia tidak berkutat dalam keadaan mengasihani diri; sebaliknya, ia tekun mengerjakan apa yang menjadi tugasnya hingga ia diangkat menjadi kepala atas rumah tuannya. Baca juga: Ayat Alkitab Tentang Tanggung Jawab.
- Fokus memandang pada Tuhan
Keadaan ternyata tidak berhenti di situ saja. Setelah keadaan membaik, ia seolah dipaksa mengalami kemunduran yang bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Ia difitnah hingga dijebloskan ke dalam penjara. Walaupun demikian, tidak sekalipun Alkitab mencatat Yusuf mengeluh dan menyalahkan Tuhan atas ketidakadilan yang ia alami. Dalam Kejadian 39:6b justru dikatakan bahwa Yusuf itu “manis sikapnya”. Tentu sikap mengeluh, bersungut-sungut, malas, dsb. tidak dapat dikatakan ‘manis’, ‘kan? Tidak hanya itu, Yusuf juga dapat memaafkan orang-orang yang berlaku tidak adil padanya. Apakah rahasianya?
- Tekun dan Bijaksana
Berulang kali Alkitab mencatat bahwa Tuhan menyertai Yusuf dan membuat semua yang dilakukannya berhasil. Tuhan juga memberi hikmat bagi Yusuf untuk mengartikan mimpi dan memberi solusi permasalahan dari arti mimpi tersebut. Baik Potifar, kepala penjara, dan Firaun semua dapat melihat melalui karakter dan pekerjaan Yusuf bahwa Tuhan menyertainya.
Artinya, penyertaan Tuhanlah yang menyebabkan Yusuf dapat menjadi seorang pemimpin dengan karakter dan hasil kerja yang luar biasa. Jika Yusuf yang hidup di zaman sebelum Roh Kudus dicurahkan untuk senantiasa tinggal dalam kita saja dapat menjadi pemimpin dengan karakter yang begitu baik, bukankah kita yang memiliki Roh Kudus dalam diri kita bisa melakukannya juga?
- Peduli pada orang-orang yang dipimpinnya
Jika dalam poin sebelumnya kita belajar mengenai karakter pemimpin yang luar biasa dari Yusuf, selanjutnya kita akan belajar dari Musa, pemimpin yang tidak kalah hebat dan terkenal. Namun, apakah karakter Musa juga sebaik karakter Yusuf? Awalnya, Musa ialah seorang Ibrani yang diadopsi oleh putri Firaun sehingga ia menghabiskan masa mudanya sebagai seorang pangeran Mesir.
Pastinya seorang pangeran dapat hidup dalam kelimpahan dan juga dihormati orang lain. Walaupun demikian, ia tidak melupakan fakta bahwa ia sesungguhnya adalah orang Ibrani/Yahudi. Ia membela seorang budak yang adalah orang Ibrani ketika orang itu dipukuli oleh salah satu orang Mesir. Namun ternyata, tindakan ini tidaklah didasarkan pada keberanian. Ia membunuh orang Mesir itu secara sembunyi-sembunyi dan ketika muncul kemungkinan bahwa perbuatannya dapat diketahui oleh Firaun ia melarikan diri dan kemudian “banting setir” menjadi gembala atas kambing domba milik mertuanya.
- Rendah Diri
Bertahun-tahun menggembalakan domba, pekerjaan yang dipandang rendah, tampaknya semakin melemahkan kepercayaan diri Musa. Di satu sisi, pengalaman tersebut menghilangkan kesombongannya sebagai seorang mantan pangeran, namun di sisi lain, ia bukan hanya menjadi rendah hati namun lebih cenderung pada rendah diri.
Hal ini dapat kita lihat pada saat Tuhan menyuruh Musa untuk menghadap Firaun demi menuntut pembebasan bangsa Israel dari perbudakan. Musa berulang kali menolak dengan berbagai alasan. Ia meragukan bahwa dirinya mampu melakukan tugas dari Tuhan itu dan takut kalau orang Israel tidak akan mengakuinya sebagai pemimpin. Dengan kata lain, ia takut menghadapi kegagalan.
- Lembut hatinya
Walau demikian, Tuhan masih tetap menyertai Musa. Tuhan mengetahui bahwa Musa adalah seseorang yang sangat lembut hatinya, sehingga ketika ada yang ngrasani (bahasa Jawa yang artinya menjelekkan orang di belakang orang tersebut) Musa, Tuhan sendiri yang membela Musa dan menghukum orang yang menjelek-jelekkannya (Bil. 12). Kelembutan hati Musa juga dapat kita lihat ketika Musa meminta agar Tuhan mengampuni bangsa Israel yang bersifat tegar tengkuk (Kel. 32:7-14).
Masih ada banyak kejadian yang dapat kita pelajari dari Alkitab untuk mengetahui karakter Musa dan bagaimana Tuhan masih tetap mengasihinya, namun dari beberapa peristiwa ini saja kita sudah dapat melihat bahwa Musa bukanlah pemimpin yang sempurna. Tetap saja, hal itu tidak menghalangi Tuhan untuk memilih dan mengangkat Musa untuk menjadi pemimpin yang luar biasa.
Oleh karena itu, Karakter Pemimpin Kristen hendaknya kita senantiasa bersandar pada Kristus yang dapat memberi kita kedamaian dan hikmat melalui pimpinan Roh Kudus. Kita pun akan lebih mudah menjalani proses pengasahan karakter kita, from zero to hero, agar dapat menjadi pemimpin yang baik sesuai keteladanan Yesus Kristus.