Ada begitu banyak tokoh yang patut kita teladani dalam Alkitab. Salah satu tokohnya adalah Yusuf. Kehidupan Yusuf dalam Alkitab perlu kita teladani dalam kehidupan kita sehari-hari. Selain Yusuf, tokoh lainnya adalah Abraham. Abraham bahkan telah kita kenal sebagai bapa segala orang beriman. Hal ini tentunya didasarkan pada iman percaya Abraham kepada Allah yang begitu luar biasa.
Alkitab menceritakan perjalanan hidup Abraham mulai dari ketika ia masih bernama Abram sampai akhirnya ia kembali ke pangkuan Bapa. Ada banyak hal yang terjadi dalam hidupnya. Ada banyak keputusan penting yang perlu ia ambil sepanjang perjalanan hidupnya. Dari setiap kisahnya, dari setiap keputusannya, kita mampu melihat karakter-karakter Abraham. Karakter tersebut dapat kita teladani dalam kehidupan kita saat ini. Berikut beberapa keteladanan Abraham dalam Alkitab.
- Taat kepada Allah
Ada begitu banyak kesaksian yang menunjukkan betapa Abraham taat kepada Allah. Ia beriman, percaya, dan menyaksikan iman tersebut sepanjang kehidupannya. Keteladanan Abraham dalam Alkitab ini menunjukkan bagaimana Abraham taat tanpa kompromi. Ia tidak menanyakan apa maksud dan tujuan segala perintah Allah. Abraham tidak menuntut penjelasan, kehidupan yang baik. Ia hanya menjalani kehidupannya dan menyerahkan segalanya kepada Tuhan.
Kejadian 12:4 Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lot pun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran.
Ini adalah salah satu contoh kesaksian bagaimana Abraham taat kepada Allah. Pada Kejadian 12:1-3, Allah memerintahkan Abraham, yang saat itu masih disebut Abram, untuk pergi keluar dari negerinya. Allah tidak memberitahu kemana Allah akan membawanya.
Allah hanya mengatakan bahwa Ia akan memberkati Abraham. Tanpa banyak pertanyaan, tanpa meminta kepastian, ayat 4 menunjukkan bahwa Abraham langsung pergi, menuruti semua perintah Allah. Abraham tidak takut hidupnya berantakan karena ia percaya akan tergenapinya ayat Alkitab tentang keberhasilan dalam hidupnya.
Kejadian 22:9-10 Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api. Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya.
Kita juga telah mengetahui bagaimana Abraham telah bersabar menantikan seorang keturunan. Allah telah memberikannya keturunan, tetapi pada Kejadian 22 Allah meminta Abraham untuk mengorbankan anaknya, yang sangat dikasihinya. Secara logika, hal ini tentu sangat sulit untuk dilakukan.
Mungkin jika kita ada di posisi tersebut, kita akan menolak dan berusaha negosiasi dengan Allah. Namun, nyatanya, Abraham tidak melakukan negosiasi apapun. Ia dengan taat, tanpa pertimbangan, bersedia untuk mengorbankan Ishak. Abraham menunjukkan sikap berserah yang diinginkan dalam ayat Alkitab tentang berserah.
- Mau berdoa untuk orang lain
Kejadian 18:23-24 Abraham datang mendekat dan berkata: “Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik? Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu?
Keteladanan Abraham dalam Alkitab yang kedua sangat sulit untuk kita lakukan. Abraham tidak mengenal semua orang di Sodom dan Gomora. Abraham hanya tahu bahwa Allah akan membinasakan orang-orang di sana. Namun, Abraham tetap memiliki belas kasih untuk mereka. Abraham mau berdoa untuk mereka, meminta pengampunan dari Allah.
Abraham berdoa bagi Sodom dan Gomora bahkan ketika hal itu tidak menguntungkan ataupun merugikan dirinya sendiri. Abraham memilih untuk menunjukkan kasihnya, dibandingkan membicarakan kejahatan Sodom-Gomora seperti tertulis pada ayat Alkitab tentang membicarakan keburukan orang lain. Hal ini tentu menjadi teladan untuk kita. Sebagai orang Kristen yang memiliki belas kasih, kita seharusnya tidak hanya terus berdoa untuk diri kita sendiri. Kita juga perlu untuk mendoakan orang lain.
- Rendah hati
Kejadian 18:27 Abraham menyahut: “Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu.
Kejadian 23:4 “Aku ini orang asing dan pendatang di antara kamu; berikanlah kiranya kuburan milik kepadaku di tanah kamu ini, supaya kiranya aku dapat mengantarkan dan menguburkan isteriku yang mati itu.”
Pribadi yang rendah hati menjadi keteladanan Abraham dalam Alkitab yang ketiga. Abraham merupakan orang yang sangat dikasihi Allah. Ia diberkati dan disertai Allah dengan luar biasa. Namun, dengan hal tersebut, ia tidak menjadi sombong dan tinggi hati. Ia tetap mengakui bahwa ia hanyalah debu dan abu di mata Tuhan. Ia tetap mengakui bahwa Allah lah yang Maha Kuasa, yang berkuasa atas segala sesuatu. Ini menjadi bentuk penyembahan yang benar menurut Alkitab dari Abraham untuk Allah. Abraham tidak hanya bersikap rendah hati di hadapan Tuhan. Ia pun rendah hati di hadapan manusia. Ia tidak segan untuk mengatakan bahwa ia hanyalah orang asing dan pendatang. Padahal, jika ia mau, ia dapat menggunakan kekayaannya untuk menuntut apa yang ia inginkan.
Itulah tiga keteladanan Abraham dalam Alkitab. Tentu masih ada hal-hal lainnya yang dapat kita teladani dari Abraham. Namun, ketiga hal ini menjadi hal yang sangat penting untuk kita teladani saat ini. Di tengah segala kesulitan, segala kesukaran, segala tantangan yang kita alami, kita seharusnya mampu meneladani sikap taat, percaya, dan berserah Abraham kepada Allah. Sikap ini akan membantu kita untuk terus bersyukur dan memiliki motivasi untuk hidup seperti yang difirmankan dalam ayat Alkitab untuk motivasi hidup.
Selain itu, di tengah situasi penuh kebencian, penuh kerusuhan saat ini, kita seharusnya mampu meneladani sikap Abraham yang rindu untuk berdoa bagi orang lain, memohon belas kasihan Allah bagi orang lain. Meski saat ini kita banyak mengalami penghinaan seperti yang dikatakan ayat Alkitab tentang penghinaan agama, kita harus mampu untuk memiliki belas kasih kepada mereka. Di tengah maraknya nepotisme, kesombongan, dan materialisme, kita dituntut untuk mampu meneladani Abraham yang rendah hati. Dengan segala yang ia miliki, tidak menjadikannya sombong. Kiranya kita mampu meneladani Abraham untuk menjadi semakin serupa dengan Allah. Segala kemuliaan bagi nama Tuhan. Tuhan memberkati.