Perang Salib merupakan serangkaian perang yang terjadi pada abad pertengahan antara umat Kristen di Eropa dengan kaum Muslim yang tengah berkuasa di sebagian Eropa, Afrika Utara, dan Asia.
Dikenal sebagai Perang Salib karena para pasukan Kristen yang ikut dalam peperangan menggunakan logo tanda salib Katolik yang terbuat dari kain berwarna merah dan di sulam pada jubah mereka di bagian dada.
Dalam praktiknya, restu gereja akan adanya Perang Salib ini dikarenakan oleh beberapa alasan, diantaranya adalah karena Perang Salib dilakukan untuk memberantas penyembahan sesat dan kafir menurut Kristen, menyelesaikan pertikaian antar pihak yang beragama Katolik, dan juga alasan lain yang tidak ada kaitannya dengan agama.
Pada jaman itu, serangkaian peperangan yang dilakukan umat Kristen belum dikenal sebagai Perang Salib karena istilah ini baru muncul pada tahun 1760.
Sekilas saat orang awam mendengar istilah Perang Salib, mungkin yang ada di benak mereka adalah bahwa perang ini diilhami oleh suatu agama tertentu dan merupakan tugas suci bagi orang-orang yang beragama Kristen. Namun, sebenarnya tidak sepenuhnya demikian.
Memang benar bahwa motivasi awal dari Perang Salib berhubungan dengan faktor agama, tetapi itu bukanlah satu-satunya faktor. Ada beberapa penyebab lain yang memicu adanya Perang Salib.
Dan berikut, kami rangkum beberapa faktor yang menjadi latar belakang terjadinya Perang Salib, diantaranya :
- Faktor Agama
Latar belakang terjadinya Perang Salib karena faktor agama dibagi menjadi dua berdasarkan tujuannya, yaitu :
- Tujuan Jangka pendek
Pada tahun 1078, Yerusalem dikuasai oleh pemerintahan Bani Saljuk yang merupakan kaum Muslim. Suatu ketika terdapat aturan yang membatasi dan memperketat ziarah ke Baitul Maqdis di Yerusalem bagi umat Kristen. Hal ini mendorong umat Kristen untuk mendapatkan kebebasannya kembali dengan berusaha merebut Yerusalem dari tangan kaum Muslim.
Sehingga pada tahun 1096, Paus Urbanus II mulai mengobarkan Perang Salib kepada dunia Kristen. Dalam khotbahnya di Konsili Clermont, ia mengimbau para hadirin untuk memberikan bantuan militer kepada kekaisaran Bizantiun sehingga dapat bersama-sama menghadapi orang-orang Turki yang bermigrasi dan menjajah daerah Anatolia.
Paus Urbanus II juga mengatakan bahwa sasaran utama yang ingin dicapainya adalah adanya jaminan bagi para peziarah untuk mengunjungi tempat-tempat suci yang ada di kawasan Timur Laut Tengah.
Peperangan pun dimulai dan kemenangan pada masa awal menghasilkan empat negara Tentara Salib di beberapa daerah.
Selanjutnya, banyak masyarakat Eropa yang semakin antusias dengan himbauan Sang Paus, sehingga mereka bersukarela menjadi Tentara Salib dan mengikrarkan kaul serta menerima indulgensi Paripurna dari gereja. Banyak dari mereka yang datang dengan harapan bahwa dengan ambil bagian dalam Perang Salib, mereka akan diangkat ke sorga serta diampuni segala jenis-jenis dosa dalam Alkitab.
- Tujuan Jangka Panjang
Para pakar berpendapat bahwa Paus memiliki tujuan lain dengan adanya Perang Salib, yaitu tujuan jangka panjang. Kebangkitan semangat religius yang melanda Eropa mendorong mereka untuk kembali menjalankan misi ekspansi dunia ke Eropa sampai ke Asia.
- Faktor Politik
Ternyata, sejak dulu telah terjadi konflik antara Timur dan Barat. Menurut sejarahnya, beberapa kali Timur dan Barat melakukan kontak konfrontatif, contohnya yaitu perang antara Trujah dan Parsi pada jaman Purba. Konflik ini terus berlangsung sampai abad pertengahan dan dalam perkembangannya, konflik Barat dan Timur dipandang sebagai representasi konflik antara Islam dan Kristen.
Faktor politik dalam Perang Salib dipicu oleh trauma politis kaum Kristen karena beberapa wilayah di Eropa telah ditaklukan oleh kaum Muslim.
Pertama, ketika Konstantinopel terkena ancaman dari serangan Bani Saljuk. Beberapa wilayah di Asia diketahui telah berhasil dikuasai oleh mereka. Sehingga, kemungkinan besar ekspansi akan meluas ke wilayah Barat. Karena itulah, Imperiun Bizantium menggalang dukungan umat Kristen di Eropa untuk mempertahankan imperiumnya.
Kedua, terjadinya kekalahan pasukan Armanus dari Bani Saljuk. Sehingga, Manzikart jatuh ke tangan para kaum Muslimin.
Dengan adanya dua kekalahan ini seakan menjadi sentakan dan trauma bagi umat Kristen di Eropa, sehingga muncul keinginan besar untuk membalas kekalahan dengan mendirikan kerajaan Al-Masih di wilayah Timur.
- Faktor Sosial
Dalam kehidupan sosial masyarakat Eropa pada jaman itu, terdapat stratifikasi sosial yang menggolongkan masyarakat berdasarkan level sosialnya. Stratifikasi dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu kaum gereja, aristokrat, dan rakyat jelata.
Rakyat jelata merupakan penduduk mayoritas yang hidupnya sangat terbelakang, hina, dan tertindas. Sehingga, gereja memobilisasi mereka untuk ikut ambil bagian dalam Perang Salib dengan iming-iming kebebasan dan kesejahteraan. Mereka menyambutnya dengan antusias, karena keyakinan bahwa ikut berpartisipasi dalam Perang Salib adalah tindakan yang mulia dan percaya bahwa mereka akan mengalami pengampunan dosa dalam kristen.
- Faktor Ekonomi
Alasan lain mengapa kalangan Kristen Eropa ingin menguasai daerah Timur karena wilayah Timur dikenal sebagai daerah yang strategis untuk perdagangan. Sebab, sejak dulu wilayah Timur telah menjadi jalur lalu lintas perdagangan dan ramai oleh pedagang. Sehingga, dengan menguasai wilayah tersebut akan sangat menguntungkan dan akan memudahkan kalangan Kristen Eropa untuk menjalankan ekspansinya.
- Ambisi Paus Gregory VII
Untuk mengantisipasi ancaman selanjutnya dari Bani Saljuk, Kaisar Byzantium mengajukan permohonan kepada Paus Gregory VII untuk bersedia menggabungkan gereja Yunani dan Gereja Latin supaya semua umat tunduk di bawah satu pemerintahan. Untuk menyatukan kekuatan, ia menyerukan peperangan dengan tujuan menundukkan gereja-gereja di Timur yang sebelumnya dikuasai oleh umat Islam.
Sekian artikel mengenai latar belakang terjadinya Perang Salib. Anda dapat mengetahui lebih lanjut mengenai Perang Salib dengan membaca artikel dampak Perang Salib. Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca. Terima kasih.