4 Hukum Riba dalam Kristen dan Perkembangannya

Riba adalah tindakan yang dilakukan seseorang dengan meminjamkan uang kepada orang lain dan meminta bunga dari orang tersebut. Pada abad keempat, hierarki Gereja Katolik Roma sempat melarang pengambilan bunga semacam ini. Pihak gereja menjadikan Perjanjian Lama sebagai pedoman, dimana di dalamnya terdapat larangan dalam hal pengambilan bunga atau riba.

Banyak pendapat negatif mengenai riba pada jaman ini. Seseorang yang berniat membantu namun memberlakukan praktik riba dianggap sebagai pertolongan palsu.  Selain itu, riba juga dipandang sebagai tindakan yang tidak berperikmanusiaan karena mengambil keuntungan dari orang-orang yang memerlukan. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa pemberi bunga adalah seorang perampok yang kejam.

Dan sebelum kita membahas lebih jauh mengenai hukum riba menurut Kristen, mari terlebih dahulu kita cermati beberapa ayat yang berbicara mengani hukum riba dalam Kristen.

  • 1 Keluaran 22:25-27

“Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia: janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya. Jika engkau sampai mengambil jubah temanmu sebagai gadai, maka haruslah engkau mengembalikannya kepadanya sebelum matahari terbenam, sebab hanya itu saja penutup tubuhnya, itulah pemalut kulitnya–pakai apakah ia pergi tidur? Maka apabila ia berseru-seru kepada-Ku, Aku akan mendengarkannya, sebab Aku ini pengasih.”

  • Ulangan 23:19

“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan atau apapun yang dapat dibungakan.”

  • Matius 5:42

“Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu.”

  • Imamat 25:36-37

“Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kauberikan dengan meminta riba.”

Apabila kita mencermati pesan dari ayat-ayat tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya pengambilan bunga/riba dilarang oleh Alkitab. Namun, tentu saja kita harus berpikir terbuka. Kita tidak bisa menilai dari satu sisi saja, kita juga perlu melihat dari sisi lain bahwa dunia semakin berkembang, ekonomi semakin bertumbuh pesat, dan kehidupan modern yang tak terelakkan.

Bukan artinya kita mengabaikan Alkitab sebagai pedoman, melainkan kita memahami riba dengan makna yang berbeda. Dan pelarangan riba dalam Alkitab itu sendiri pasti memiliki alasan. Nah di dalam artikel ini, kita akan mengetahui apa itu sebenarnya riba dan kapan riba itu dapat mendatangkan dosa.

Perkembangan Riba

Pada akhir abad ke-13, terdapat kelompok-kelompok yang berusaha untuk menghilangkan aturan gereja yang dianggap kolot ini, sehingga pemberlakuan bunga mulai berkembang luas dan bahkan dianggap sah di Eropa.

Hal lain yang mempengaruhi meluasnya sistem bunga pada masa itu adalah karena perkembangan ekonomi yang sangat pesat. Uang menjadi unsur yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, sehingga perlahan-lahan pasar uang mulai terbentuk. Dan hal tersebut mendorong semakin meluasnya suku bunga pasar.

Pertimbangan yang dilakukan oleh sarjana Kristen pada saat itu sehingga menerima sistem bunga ini tidak hanya merujuk pada Alkitab, melainkan mereka juga mengaitkan dengan aspek-aspek lain, diantaranya  jenis dan bentuk undang-undang, hak seseorang terhadap harta, ciri dan makna keadilan, bentuk keuntungan, niat dan perbuatan manusia, serta perbedaan antara dosa individu dan kelompok.

Sehingga, definisi bunga itu sendiri pun mulai berubah. Bunga dibedakan menjadi dua macam, yaitu interset dan usury. Interset adalah bunga yang diperbolehkan sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan.


Para penggerak sejarah reformasi gereja seperti John Calvin juga berpikir bahwa pemberian bunga boleh dilakukan asalkan bunga tersebut digunakan untuk kepentingan yang produktif. Jadi intinya, mereka berpendapat bahwa dosa atau tidaknya pemberlakuan bunga tergantung pada niat si pemberi bunga.

Dan terlebih lagi, Gereja Katolik pun mulai menerima riba. Namun, bukan karena mereka dengan sengaja melanggar perintah Alkitab, melainkan karena pemahaman mereka terhadap riba itu sendiri mulai berubah. Pada jaman dahulu, uang tidak akan memberikan hasil apabila tidak dijalankan. Dan kita bisa lihat ekonomi saat ini bahwa uang dapat diinvestasikan. Sehingga, pemberian bunga dengan presentase yang pantas dianggap tindakan yang cukup adil. Sedangkan apabila bunga yang diberikan itu terlalu tinggi, maka tindakan ini dianggap suatu dosa. Maka dari itu, riba bisa dipahami dari sisi lain dan harus dilaksanakan dengan bijaksana.

Contoh riba yang tidak boleh dilakukan adalah mengambil bunga dari orang yang miskin dan sangat membutuhkan. Kalau kita melakukannya, itu sama saja kita melanggar hukum kasih dalam Alkitab dengan mengambil keuntungan dari kelemahan orang lain. Sedangkan contoh riba yang boleh dilakukan adalah pemberian bunga dalam urusan bisnis dimana kedua belah pihak sudah menyetujuinya sejak awal.

Namun, apabila kita melihat dari peran nilai-nilai Kristiani dan tidak melihat dari sisi kepentingan bisnis, maka alangkah baiknya kita meresapi ayat Alkitab dalam Matius 10:8, yang menasihati kita untuk memberi dengan cuma-cuma karena kita telah menerima anugerah-Nya dengan cuma-cuma pula. Terapkan selalu prinsip kasih tentang Alkitab kepada sesama. Dan alangkah baiknya juga kalau kita tidak menjadi pihak yang berhutang. Paulus sendiri mengatakan supaya kita jangan berhutang apapun, selain hutang kasih.

Sekian artikel tentang hukum riba dalam Kristen. Semoga artikel ini dapat membantu pembaca memandang riba dalam berbagai sisi dan sesuai konteksnya. Terima kasih.