Perihal uang seringkali menimbulkan perdebatan di antara orang satu dengan yang lainnya. Walau demikian, kita tidak dapat memungkiri bahwa uang memang memiliki peran penting dalam keseharian kita. Berbagai macam kebutuhan termasuk tiga kebutuhan utama yaitu sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal) memerlukan uang dalam pemenuhannya. Tujuan memenuhi kebutuhan inilah yang kemudian memunculkan berbagai ide mengenai cara mendapatkan uang, termasuk di antaranya membungakan uang atau yang juga disebut dengan riba.
Praktik riba pada dasarnya berarti membebankan pembayaran hutang dengan jumlah yang lebih daripada yang dipinjamkan. Dalam zaman modern ini praktik ini telah sangat lazim dilakukan. Dalam bahasa Inggris, bunga dibagikan ke dalam dua kategori: interest dan usury. Bunga yang banyak dikenakan oleh instansi seperti bank termasuk dalam interest sedangkan bunga yang dikenakan secara ilegal dengan jumlah yang melebihi batas wajar termasuk dalam kategori usury.
Lalu bagaimana kaitannya dengan iman Kristen? Untuk dapat mengetahui pandangan Kristen mengenai bunga atau riba, kita perlu menilik kembali apa yang Alkitab katakan mengenai hal tersebut. Jika dalam kesempatan sebelumnya kita telah membahas mengenai hukum riba dalam Kristen dan perkembangannya yang harus diperhatikan, kali ini kita akan lebih fokus pada penerapan riba dalam Alkitab dan relevansi yang dapat kita ambil darinya.
- Riba terhadap sesama umat Israel dan terhadap orang asin
Dalam Keluaran 22:25 kita dapati bahwa secara spesifik Tuhan melarang orang Israel membebankan bunga kepada umat Tuhan (sesama orang Israel) yang lebih miskin dari si pemberi hutang. Pada beberapa ayat sebelumnya Tuhan juga melarang orang Israel menindas atau menekan orang asing (Kel. 22:21) tetapi tidak dikatakan secara spesifik bahwa orang Israel dilarang membebankan bunga kepada mereka.
Penekanan yang dapat kita simpulkan di sini adalah bahwa Tuhan melarang orang Israel untuk membebankan bunga kepada sesamanya yang membutuhkan, sedangkan membebankan bunga kepada orang asing masih diperbolehkan. Hanya saja, adanya larangan menindas atau menekan orang asing masih membatasi agar bangsa Israel tidak membebankannya dalam jumlah yang terlalu besar.
- Pemungutan cukai di bawah pemerintahan Romawi
Pembahasan mengenai hutang dan pembungaan menurut hukum orang Israel tidak bisa dilepaskan dari pemungutan cukai saat bangsa Israel berada di bawah pemerintahan Romawi. Dalam konteks pemungutan cukai, orang Israel tidak berhutang, namun mereka harus membayar cukai atau pajak kepada pemerintahan Romawi.
Ada kemungkinan bahwa pada dasarnya mereka memang tidak menyukai fakta bahwa mereka harus membayar kepada pemerintah. Namun, hal yang membuat mereka semakin membenci pemungutan cukai ini adalah karena petugas yang memungut cukai seringkali adalah orang Israel sendiri.
Terlebih lagi, para pemungut cukai biasanya tidak hanya memungut sesuai jumlah yang diminta oleh pemerintahan Romawi tetapi juga memungut lebih untuk keuntungan diri sendiri. Akibatnya, para pemungut cukai dianggap sebagai orang berdosa dan dibenci orang Israel karena berkhianat terhadap kaum mereka sendiri.
Dalam Matius 17:24-27 kita jumpai bahwa petugas pemungut bea untuk Bait Allah bertanya kepada Petrus, “Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?” Setelah itu Tuhan Yesus pun menanyakan pendapat Petrus, apakah raja-raja memungut pajak dari rakyatnya sendiri atau dari orang asing. Petrus menjawab dengan tegas, “Dari orang asing!”
Dalam Keluaran 30:13-14 dan Keluaran 38:25-26 dikatakan bahwa rakyat Israel harus turut memberi persembahan kepada Tuhan. Walau demikian, Yesus tidak menegur Petrus. Yesus dengan bijaksana menjawab bahwa jika dari orang asinglah seharusnya pajak diminta, maka bebaslah rakyatnya. Dalam kasus ini, Bait Allah dibangun oleh bangsa Israel untuk Tuhan (1 Raj. 5:5).
Jadi, jika orang asing yang harus membayar bea, semestinya orang Israel tidak perlu membayarnya lagi. Walaupun demikian, Yesus mengatakan bahwa mereka sebaiknya tidak menimbulkan masalah lalu memberi tahu Petrus darimana ia dapat memperoleh empat dirham untuk pembayaran bea Yesus dan Petrus sendiri.
Dari peristiwa tersebut dapat kita tarik pelajaran bahwa membayar pajak memang merupakan kewajiban yang harus kita lakukan. Paulus dalam Roma 13:1-7 juga menyarankan agar kita tetap patuh pada pemerintah yang ada. Kita pun dapat melihat ilustrasi Alkitab tentang bersyukur dan persembahan yang menguatkan kita bahwa walaupun kita sedang dalam kesulitan, namun Tuhan pasti membalaskan upaya kita untuk tetap bersyukur sambil menjalankan kewajiban kita. Pemungut cukai yang menarik jumlah dari yang semestinya memang salah, namun jika memang ada yang harus dibayarkan sebagai kewajiban kita, sebagai orang yang memiliki karakter Kristen sejati haruslah kita melakukannya.
- Pembungaan uang dalam zaman modern
Berdasarkan ketiga poin di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Tuhan memang tidak menghendaki kita membebankan bunga ketika meminjamkan uang pada orang lain. Namun bagaimana dengan pembungaan uang yang diterapkan oleh berbagai instansi?
Sebagai contoh, jika kita ingin membeli rumah atau barang elektronik secara kredit, bukankah seringkali ada bunga yang harus kita bayar? Lantas apakah dengan dasar larangan pembungaan dalam Alkitab maka kita bisa menolak membayar bunga yang dibebankan kepada kita? Tentu tidak demikian. Beban bunga yang telah masuk sebagai peraturan yang harus kita ikuti tetap harus kita bayarkan.
Contoh lain mengenai penerapan bunga adalah saat kita menabung di bank. Dalam hal ini, bunga tersebut bukan merupakan uang yang harus kita bayarkan. Sebaliknya, kita akan mendapatkan jumlah uang dalam prosentase tertentu sebagai hasil tabungan kita. Jika dibandingkan dengan bunga yang dibebankan pada kita, tentunya bunga yang satu ini lebih terdengar melegakan, bukan?
Namun sebenarnya bunga yang kita dapatkan tersebut juga diperoleh oleh bank terkait dengan cara menjalankan bisnisnya, salah satunya adalah menarik bunga dari kredit yang ia keluarkan. Hal ini membawa kita kembali pada himbauan Paulus bahwa sebagai umat Kristen kita juga harus mematuhi peraturan atau otoritas di atas kita. Selain itu, sebagai orang Kristen kita juga harus mengerti arti persepuluhan.
Demikianlah penjelasan mengenai pembungaan uang dalam Kristen. Tuhan memang tidak melarang kita untuk bekerja mencari uang. Justru sebaliknya, kita dianjurkan untuk belajar dari semut yang bekerja mengumpulkan makanan dengan rajin walaupun tidak ada pemimpin yang mengawasinya (Ams. 6:6-8).
Namun, hal itu tidak berarti bahwa kita secara pribadi dapat dengan bebas membebankan bunga pada orang lain demi keuntungan kita sendiri. Jika kita memang hendak membantu, baiklah kita lakukan dengan ketulusan hati kita tanpa pamrih.
Selain itu, alangkah baiknya jika mengetahui bagaimana penggunaan uang menurut Alkitab, termasuk dengan menjalankan kewajiban kita dalam hal pembayaran pajak atau bunga yang dibebankan kepada kita. Tuhan yang melihat perbuatan baik kita yang akan membalaskan kepada kita lebih dari yang bisa kita bayangkan.