Pandangan Kristen Tentang Perceraian jika dilihat secara sederhana, perceraian merupakan akhir dari sebuah ikatan pada sebuah pernikahan yang awalnya diharuskan berjalan seumur hidup, ini bisa saja terlaksana apabila pasangan sudah tidak ingin meneruskan kehidupan bersama sebagai sepasang suami istri.
Pengertian Peceraian Dalam Agama Kristen
Perceraian sendiri tidak hanya akhir dari sebuah hubungan antara dua insan, namun dalam artian luas yang meiputi anak, harta benda serta lembaga Gereja, pemerintah dan Allah sendiri, semua yang sudah terlibat ini juga akan menanggung resiko dari perceraian tersebut yang umumnya menciptakan sebuah konflik berkepanjangan menuju kehancuran secara langsung atau tidak.
Perceraian bisa dilihat dari 2 perpektif yang berbeda yakni
- Cerai hidup: umumnya terjadi atas dasar ketidakcocokan seperti perzinahan, KDRT, pertengkaran, ekonomi dan berbagai alasan lain yang di pakai untuk dalih.
- Cerai mati: Umumnya terjadi karena salah satu pasangan sudah meninggal dunia, namun jika memutuskan masih ingin tetap setia, maka ini bisa menjadi bukti nyata dari ikatan mulia berdasarkan kasih tulus dan murni sehingga dibawa sampai mati dengan langkah tidak akan menikah lagi.
Pandangan Perceraian Dalam Alkitab Kristen Protestan
Pandangan Kristen tentang perceraian penyebab dari cerai utama adalah faktor dari manusia itu sendiri [human error] dan juga faktor duniawi [secular]. Faktor manusia meliputi rasa tidak puas, mau menang sendiri serta sifat egois, sementara faktor duniawi meliputi perzinahan, materialisme dan juga kenikmatan duniawi.
- Penekanan pada zinah. Ini seolah-olah dapat menjadi alasan pembenaran dalam perceraian.
I Korintus 7:15: “Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera”. [lebih ditekankan untuk pasangan tidak seiman, maka perceraian bisa terjadi. Matius 19:9: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan istrinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah”.
- Perzinahan Dalam Masa Kekerasaan Pada Perempuan Dengan Cabul
Tidak setia dalam perkawinan mengarahkan pada perzinahan dan ini yang sudah membuka ikatan pernikahan dengan cara menyatukan dengan pribadi lainnya yang bukan merupakan pasangannya. Ini didasari atas I Korintus 6:16, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikian kata nas: Keduanya akan menjadi satu daging.”Perzinahan inilah yang dijadikan sebuah alasan perceraian bisa terjadi sebab ada penyatuan dengan daging lain sementara daging lama sudah ditinggalkan, perzinahan ini masuk kedalam kategori percabulan dan memiliki arti sudah tidak setia dan tidak ada lagi kasih antara pasangan.
- Perceraian Tentang Adanya Rasa Mulai Keyakinan Iman Kristen
Perceraian ini bisa terjadi karena perbedaan dasar iman Kristen dengan iman lain yang selalu bertentangan dan tidak bisa bersatu sehingga masalah lain bisa dihindari seperti maslaah teologi, tingkah laku dan juga pola pikir. Apabila dilihat dari Matius 19:8 dijelaskan jika ketegaran hati manusia, pikiran dan hati manusia yang membatu, keras dan ingin menang sendiri, maka sesungguhnya sejak awal, Allah tidak pernah menginginkan hal ini terjadi dan jika pasangan ini masih berkeras untuk bercerai, maka ada syarat yang diberikan Tuhan yakni karena alasan perzinahan sebab hidup sebagai suami istri secara tidak sah di mata Tuhan dan Gereja meski pemerintah memberi ijin perceraian.
Cara Mengatasi Agar Penceraian Tidak Terjadi
Pandangan Kristen tentang perceraian yang harus disadari, jika sampai kapan pun iman Kristen khususnya Gereja tidak akan memberikan peneguhan kedua dalam pernikahan dan jika memaksa maka umumnya dilakukan secara diam-diam tanpa sepengtahuan dari pihak Gereja.
Apabila Lembaga Gereja memberi ijin dalam pernikahan kedua kali, maka ini bisa terjadi karena sebuah kompromi yang dilakukan Gereja dalam menolong orang yang ada dalam perzinahan supaya tidak melakukan tindakan atau dosa tersebut secara terus menerus, maka alangkah lebih baik jika dipersatukan namun dengan catatan jika surat resmi dari pemerintah tentang perceraian sudah dikeluarkan.Pada hal ini, Gereja sudah keliru sebab otoritas yang dimiliki sudah bergeser dan bukan lagi berlindung pada Allah namun berlindung pada pemerintah dan kompromi ini harus diwaspadai semua orang.
- Jalan pertama
Perceraian sebenarnya tidak akan pernah terjadi jika manusia tidak egois, untuk yang berzinah jika berjanji tidak akan melakukan dosa dalam hal ini berzinah lalu bertobat dan untuk pasangan yang dikhianati mau menerima kembali pasangan serta memberi pengampunan atas dasar kasih Allah, maka pemulihan hubungan suami istri bisa dilakukan dan cerai bisa dihindari dan jaln ini yang harus dijadikan jalan utama untuk ditempuh dalam menyelesaikan masalah zinah dalam keluarga.
- Jalan kedua
Jalan kedua adalah keputusan untuk berpisah, walau di hadapan Tuhan masih tetap suami istri, akan tetapi karena dosa perzinahan, maka pasangan ini berpisah untuk sementara waktu sehingga dua insan bisa intropeksi lalu menghasilkan solusi untuk bersatu kembali, akan tetapi jika tidak bisa disatukan lagi maka dua insan ini wajib berada dalam keadaan selibat yaitu tidak menikah lagi dan ini merupakan kesimpulan dari murid dalam pengajaran Yesus pada Matius 19:10,“Jika demikian halnya hubungan antara suami-istri, lebih baik jangan kawin lagi” sehingga penekanannya adalah tidak kawin lagi.
- Jalan ketiga
Jalan ini seperti yang Yesus ajarkan yaitu harus memikul salib dengan arti ada hal yang harus dibayar atau dikorbankan dalam pernikahan Kristen dalam arti saat mengungkapkan janji pernikahan. “… sebagai suami/istri yang sah dihadapan Tuhan dan jemaat-Nya, saya berjanji akan tetap mengasihi dan melayani dia dengan setia, baik pada waktu suka maupun duka, kelimpahan maupun kekurangan, sehat maupun sakit, dan tetap menuntut hidup suci dengan suami/istri saya dalam pemeliharaan-Nya guna menyatakan kesetiaan dan iman saya dalam segala hal kepadanya sesuai dengan Injil Kristus Tuhan”
Ketiga jalan inilah yang harusnya dipilih, akan tetapi jika tidak bisa maka sebuah perceraian akan menjadi tanggung jawab dari orang yang bercerai tersebut dan tidak boleh membebankan pada Gereja apalagi pada Tuhan dan ini memiliki arti jika Gereja punya hak untuk menolak perceraian serta tidak memberi izin untuk pernikahan yang kedua dan diatas segalanya di mata Tuhan ini merupakan sebuah dosa, sebab sudah berzinah dan menghancurkan pernikahan yang didirikan oleh Tuhan.